BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
LatarBelakang
Sampah kian menjadi
masalah, terutama di perkotaan padat penduduk. Ini persoalan sampah terletak pada
banyaknya jenis sampah yang sulit hancur (sampah anorganik), misalnya plastik. Hambatan
terbesar daur-ulang sampah terjadi karena banyak produk tak dirancang untuk dapat
didaur-ulang ketika sudah jadi sampah. Ini salah satunya karena para produsen tidak
mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggung jawab
produsen (Extended Producer Responsibility
- EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali
produk-produk dan kemasannya.
EPR mewajibkan para
produsen untuk bertanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan dari
produk yang mereka hasilkan. Perusahaan yang menjual produk dan kemasan yang
berpotensi menghasilkan sampah wajib bertanggung jawab baik secara financial
maupun fisik, pada produk dan kemasan yang masa pakainya sudah usai.
Untuk industri barang-barang
elektronik, misalnya, Pemerintah mendesak pihak produsen agar ikut memikirkan lebih
jauh bagaimana perlakuan atas produk tersebut ketika tak lagi bias dipakai dan menjadi
sampah. Beberapa Negara maju, yang notabene adalah juga Negara industri, sudah jauh
hari menerapkan peraturan EPR ini. Di Jepang, umpamanya, ada semacam kota ramah
lingkungan. Di situ terdapat pusat penghancuran semua perangkat elektronik bekas,
untuk didaur ulang.
I.2
RumusanMasalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
:
a) Apa
yang dimaksud dengan EPR?
b) Apa
tujuan dari EPR?
c) Bagaimana
pengolahan sampah di Swedia?
d) Bagaimana
penerapan EPR di Swedia?
I.3
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
a) Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan EPR.
b) Untuk
mengetahui tujuan dari EPR.
c) Untuk
mengetahui bagaimana pengolahan sampah yang ada di Swedia.
d) Untuk
mengetahui bagaimana penerapan EPR di Swedia.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Extended Producer Responsibility (EPR)
Extended
Producer Responsibility (EPR) adalah konsep yang didesain untuk mengintegrasikan
biaya-biaya lingkungan kedalam proses produksi suatu barang sampai produk ini tidak
dapat dipakai lagi, sehingga biaya lingkungan menjadi komponen harga pasar produk
tersebut.
II.2
Tujuan
Extended Producer Responsibility (EPR)
Tujuan utama dari Extended Producer Responsibility adalah pengembangan
berkelanjutan melalui pengembangan produk yang bertanggung jawab terhadap lingkungan
dan pemulihan produk. Teorinya adalah bahwa dengan membuat produsen membayar untuk
remediasi limbah dan polusi yang mereka ciptakan, maka mereka akan memiliki insentif
untuk menggabungkan berbagai pertimbangan lingkungan yang lebih luas kedalam desain
produk, kemasan dan pilihan bahan. Insentifnya adalah untuk mengurangi konsumsi
sumber daya pada semua tahap siklus hidup produk. Produksi yang bersih dan pencegahan
limbah adalah tujuan utamanya.
II.3
PengolahanSampah
di Swedia
Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan
bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber
energi. Dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan
sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat
kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia,
senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat
produksi.
Minimasi jumlah sampah dan daur ulang
ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energy dikurangi secara
signifikan. Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah Swedia antara lain
meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai
dengan 70% pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak
boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organic tidak boleh dibuang ke
TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus sesuai dengan
ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk
sumber energy ditingkatkan.
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat
yang mengerti arti kebersihan dan energi, membuat Swedia menjadi Negara maju dalam
pengelolaan sampah. Dalam data statistik Eurostat, rata-rata jumlah sampah yang
menjadi limbah di negara-negara Eropa adalah 38 persen. Swedia berhasil menekan
angka itu menjadi hanya satu persen.
Swedia, Negara terbesar
ke-56 di dunia, dikenal memiliki manajemen sampah yang baik. Mayoritas sampah rumah
tangga di Negara Skandinavia itu bias didaur ulang atau digunakan kembali.Satu-satunya
dampak negative dari kebijakan ini adalah Swedia kini kekurangan sampah untuk dijadikan
bahan bakar pembangkit energinya.
Swedia kini mengimpor
800 ribu ton sampah per tahun dari negara-negara tetangganya di Eropa. Mayoritas
sampah ini berasal dari Norwegia. Sampah-sampah ini sekaligus untuk memenuhi
program sampah menjadi energi (Waste-to-Energy) di Swedia. Dengan tujuan
utama mengubah sampah menjadi energy panas dan listrik.
Norwegia, sebagai
Negara pengekspor, bersedia dengan perjanjian ini karena dianggap lebih ekonomis
dibanding membakar sampah yang ada. Namun, dalam rencana perjanjian disebutkan,
sampah beracun, abu dari proses kremasi, atau yang penuh dengan dioksin, akan dikembalikan
ke Norwegia.
Sedangkan bagi Swedia,
mengimpor sampah adalah pemikiran maju dalam hal efisiensi
dan suplai energy bagi kebutuhan manusia. Membakar sampah dalam insinerato rmampu
menghasilkan panas. Dimana energy panas ini kemudian didistribusikan melalui pipa
kewilayah perumahan dan gedung komersial. Energi ini juga mampu menghasilkan listrik
bagi rumah rakyatnya.
Sesudah Norwegia,
Swedia menargetkan mengimpor sampah dari Bulgaria, Rumania, dan Italia. Selain membantu
Swedia dalam menyediakan sumber energi, impor sampah ini juga menjadi solusi pengelolaan
sampah bagi negara-negara pengekspornya.
II.4
Penerapan
Extended Producer Responsibily diSWEDIA
Tanggung jawab bahwa limbah yang dihasilkan selama proses
produksi bisa dijaga dengan cara yang tepat, dari sudut pandang lingkungan dan
sumber daya, terutama dari produsen. Sebelum pembuatan sebuah produk dimulai, harus diketahui bagaimana limbah yang merupakan hasil
dari proses produksi diperlakukan, serta bagaimana produk dikelola saat dibuang.
Kata-kata ini, yang muncul dalam pernyataan resmi oleh
Pemerintah Swedia pada tahun 1975, yang dikenaldengan Extended Producer Responsibility (EPR). Sementara
Ordonansi Jerman pada Penghindaran Kemasan Limbah diperkenalkan pada tahun 1991
ini tentunya yang paling terkenal EPR mandat, undang-undang Swedia dan beberapa
undang-undang dan peraturan Eropa lainnya mendahului Ordonansi Packaging
Jerman.
Yang pertama dari hukum EPR Swedia adalah pelaksanaan daur ulang untuk kaleng aluminium yang diberlakukan
setelah PLM mengumumkan rencana untuk membangun pabrik kaleng manufaktur di
Swedia pada tahun 1979. Dewan Nasional untuk pembangunan teknis mengumumkan bahwa menggunakan kaleng aluminium
untuk melayani satu bir dan minuman ringan akan menjadi pemborosan kecuali ada
sistem untuk mendaurulang kaleng. Pada tahun 1982 pemerintah Swedia mengancam untuk melarang
penggunaan aluminium minuman kaleng bir dan minuman ringan kecuali mereka mencapai
tingkat daur ulang 75% pada 1985.
Setelah mencoba beberapa skemapengelolaan, termasuk program daur ulang, industri aluminium
ditentukan bahwa satu-satunya cara mereka bisa mencapai tingkat 75 persen
adalah melalui sistem deposit / refund.Daurulangalumunium bias
mencapai tingkat 63% bila PLM memperkenalkan sistem sukarela padaMaret 1984. Pada tahun 1987 tingkat daur ulang meningkat
menjadi 75 persen, dan pada tahun 1995 meningkatmenjadi 92 persen, 30 persen lebih tinggi daripada tingkat AS.
BAB
III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Kesimpulan
dari makalah ini adalah :
a)
Extended Producer Responsibility (EPR) adalah
konsep yang didesain untuk mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan kedalam
proses produksi suatu barang sampai produk ini tidak dapat dipakai lagi,
sehingga biaya lingkunga nmenjadi komponen harga pasar produk tersebut.
b)
Tujuan utama dari EPR adalah pengembangan
berkelanjutan melalui pengembangan produk yang bertanggung jawab terhadap lingkungan
dan pemulihan produk.
c)
Pengelolaan
sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu
resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Dasar pengelolaan sampah diletakkan
pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan
penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat
tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah
harus dikurangi sejak pada tingkat produksi.
d)
Yang
pertama dari hukum EPR Swedia adalah pelaksanaan daur ulang untuk kaleng aluminium yang diberlakukan
setelah PLM mengumumkan rencana untuk membangun pabrik kaleng manufaktur di
Swedia pada tahun 1979.