Kamis, 12 Mei 2016

Makalah Extended Producer Responsibility (EPR)



BAB I
PENDAHULUAN

I.1   LatarBelakang
Sampah kian menjadi masalah, terutama di perkotaan padat penduduk. Ini persoalan sampah terletak pada banyaknya jenis sampah yang sulit hancur (sampah anorganik), misalnya plastik. Hambatan terbesar daur-ulang sampah terjadi karena banyak produk tak dirancang untuk dapat didaur-ulang ketika sudah jadi sampah. Ini salah satunya karena para produsen tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan tanggung jawab produsen (Extended Producer Responsibility - EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang meminta produsen menggunakan kembali produk-produk dan kemasannya.
EPR mewajibkan para produsen untuk bertanggung jawab terhadap seluruh siklus produk dan kemasan dari produk yang mereka hasilkan. Perusahaan yang menjual produk dan kemasan yang berpotensi menghasilkan sampah wajib bertanggung jawab baik secara financial maupun fisik, pada produk dan kemasan yang masa pakainya sudah usai.
Untuk industri barang-barang elektronik, misalnya, Pemerintah mendesak pihak produsen agar ikut memikirkan lebih jauh bagaimana perlakuan atas produk tersebut ketika tak lagi bias dipakai dan menjadi sampah. Beberapa Negara maju, yang notabene adalah juga Negara industri, sudah jauh hari menerapkan peraturan EPR ini. Di Jepang, umpamanya, ada semacam kota ramah lingkungan. Di situ terdapat pusat penghancuran semua perangkat elektronik bekas, untuk didaur ulang.

I.2   RumusanMasalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a)      Apa yang dimaksud dengan EPR?
b)      Apa tujuan dari EPR?
c)      Bagaimana pengolahan sampah di Swedia?
d)     Bagaimana penerapan EPR di Swedia?



I.3   Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
a)      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan EPR.
b)      Untuk mengetahui tujuan dari EPR.
c)      Untuk mengetahui bagaimana pengolahan sampah yang ada di Swedia.
d)     Untuk mengetahui bagaimana penerapan EPR di Swedia.




BAB II
PEMBAHASAN

II.1   Pengertian Extended Producer Responsibility (EPR)
Extended Producer Responsibility (EPR) adalah konsep yang didesain untuk mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan kedalam proses produksi suatu barang sampai produk ini tidak dapat dipakai lagi, sehingga biaya lingkungan menjadi komponen harga pasar produk tersebut.

II.2   Tujuan Extended Producer Responsibility (EPR)
Tujuan utama dari Extended Producer Responsibility adalah pengembangan berkelanjutan melalui pengembangan produk yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan pemulihan produk. Teorinya adalah bahwa dengan membuat produsen membayar untuk remediasi limbah dan polusi yang mereka ciptakan, maka mereka akan memiliki insentif untuk menggabungkan berbagai pertimbangan lingkungan yang lebih luas kedalam desain produk, kemasan dan pilihan bahan. Insentifnya adalah untuk mengurangi konsumsi sumber daya pada semua tahap siklus hidup produk. Produksi yang bersih dan pencegahan limbah adalah tujuan utamanya.

II.3   PengolahanSampah di Swedia
Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi.
Minimasi jumlah sampah dan daur ulang ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energy dikurangi secara signifikan. Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah Swedia antara lain meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai dengan 70% pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste) tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organic tidak boleh dibuang ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi pengolahan sampah untuk sumber energy ditingkatkan.
Kebijakan pemerintah dan budaya masyarakat yang mengerti arti kebersihan dan energi, membuat Swedia menjadi Negara maju dalam pengelolaan sampah. Dalam data statistik Eurostat, rata-rata jumlah sampah yang menjadi limbah di negara-negara Eropa adalah 38 persen. Swedia berhasil menekan angka itu menjadi hanya satu persen.
Swedia, Negara terbesar ke-56 di dunia, dikenal memiliki manajemen sampah yang baik. Mayoritas sampah rumah tangga di Negara Skandinavia itu bias didaur ulang atau digunakan kembali.Satu-satunya dampak negative dari kebijakan ini adalah Swedia kini kekurangan sampah untuk dijadikan bahan bakar pembangkit energinya.
Swedia kini mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari negara-negara tetangganya di Eropa. Mayoritas sampah ini berasal dari Norwegia. Sampah-sampah ini sekaligus untuk memenuhi program sampah menjadi energi (Waste-to-Energy) di Swedia. Dengan tujuan utama mengubah sampah menjadi energy panas dan listrik.
Norwegia, sebagai Negara pengekspor, bersedia dengan perjanjian ini karena dianggap lebih ekonomis dibanding membakar sampah yang ada. Namun, dalam rencana perjanjian disebutkan, sampah beracun, abu dari proses kremasi, atau yang penuh dengan dioksin, akan dikembalikan ke Norwegia.
Sedangkan bagi Swedia, mengimpor sampah adalah pemikiran maju dalam hal efisiensi dan suplai energy bagi kebutuhan manusia. Membakar sampah dalam insinerato rmampu menghasilkan panas. Dimana energy panas ini kemudian didistribusikan melalui pipa kewilayah perumahan dan gedung komersial. Energi ini juga mampu menghasilkan listrik bagi rumah rakyatnya.
Sesudah Norwegia, Swedia menargetkan mengimpor sampah dari Bulgaria, Rumania, dan Italia. Selain membantu Swedia dalam menyediakan sumber energi, impor sampah ini juga menjadi solusi pengelolaan sampah bagi negara-negara pengekspornya.

II.4   Penerapan Extended Producer Responsibily diSWEDIA
Tanggung jawab bahwa limbah yang dihasilkan selama proses produksi bisa dijaga dengan cara yang tepat, dari sudut pandang lingkungan dan sumber daya, terutama dari produsen. Sebelum pembuatan sebuah produk dimulai, harus diketahui bagaimana limbah yang merupakan hasil dari proses produksi diperlakukan, serta bagaimana produk dikelola saat dibuang.
Kata-kata ini, yang muncul dalam pernyataan resmi oleh Pemerintah Swedia pada tahun 1975, yang dikenaldengan Extended Producer Responsibility (EPR). Sementara Ordonansi Jerman pada Penghindaran Kemasan Limbah diperkenalkan pada tahun 1991 ini tentunya yang paling terkenal EPR mandat, undang-undang Swedia dan beberapa undang-undang dan peraturan Eropa lainnya mendahului Ordonansi Packaging Jerman.
Yang pertama dari hukum EPR Swedia adalah pelaksanaan daur ulang untuk kaleng aluminium yang diberlakukan setelah PLM mengumumkan rencana untuk membangun pabrik kaleng manufaktur di Swedia pada tahun 1979. Dewan Nasional untuk pembangunan teknis mengumumkan bahwa menggunakan kaleng aluminium untuk melayani satu bir dan minuman ringan akan menjadi pemborosan kecuali ada sistem untuk mendaurulang kaleng. Pada tahun 1982 pemerintah Swedia mengancam untuk melarang penggunaan aluminium minuman kaleng bir dan minuman ringan kecuali mereka mencapai tingkat daur ulang 75% pada 1985.
Setelah mencoba beberapa skemapengelolaan, termasuk program daur ulang, industri aluminium ditentukan bahwa satu-satunya cara mereka bisa mencapai tingkat 75 persen adalah melalui sistem deposit / refund.Daurulangalumunium bias mencapai tingkat 63% bila PLM memperkenalkan sistem sukarela padaMaret 1984. Pada tahun 1987 tingkat daur ulang meningkat menjadi 75 persen, dan pada tahun 1995 meningkatmenjadi 92 persen, 30 persen lebih tinggi daripada tingkat AS.




  
BAB III
PENUTUP

III.1         Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah :
a)      Extended Producer Responsibility (EPR) adalah konsep yang didesain untuk mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan kedalam proses produksi suatu barang sampai produk ini tidak dapat dipakai lagi, sehingga biaya lingkunga nmenjadi komponen harga pasar produk tersebut.
b)      Tujuan utama dari EPR adalah pengembangan berkelanjutan melalui pengembangan produk yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan pemulihan produk.
c)      Pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi sejak pada tingkat produksi.
d)     Yang pertama dari hukum EPR Swedia adalah pelaksanaan daur ulang untuk kaleng aluminium yang diberlakukan setelah PLM mengumumkan rencana untuk membangun pabrik kaleng manufaktur di Swedia pada tahun 1979.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar